Jumat, 28 November 2025

Satori Pedia: Kintsugi, Seni Tradisional Jepang dalam Memperbaiki Keramik dengan Emas

Konnichiwa Mina-san! Bagaimana kabarnya? Semoga selalu sehat dan dapat menjalankan aktivitas seperti biasa ya

Di tengah kemajuan teknologi dan budaya modern Jepang, terdapat satu tradisi kuno yang justru semakin bersinar karena keunikannya yaitu Kintsugi (金継ぎ). Seni memperbaiki keramik yang pecah ini bisa menghidupkan kembali benda yang rusak, dan juga menghadirkan nilai estetika baru melalui garis-garis emas yang menonjolkan retakan. Bukan hanya teknik, Kintsugi merupakan refleksi dari cara pandang masyarakat Jepang terhadap kerusakan, ketidaksempurnaan, dan keberlanjutan.

Apa Itu Kintsugi

Kintsugi (金継ぎ), yang juga dikenal sebagai Kintsukuroi (金繕い), secara harfiah berarti “sambungan emas atau perbaikan dengan emas”. Teknik ini adalah metode tradisional Jepang untuk memperbaiki keramik atau porselen yang pecah atau retak dengan menggunakan lac (漆 atau “urushi” dalam bahasa Jepang) sebagai perekat kemudian menyempurnakan sambungan dengan bubuk emas, perak, atau platina. 

Alih-alih menyembunyikan kerusakan, Kintsugi memilih untuk menonjolkan retakan dan membuatnya menjadi bagian dari keindahan benda itu, menjadikannya bukti sejarah dan perjalanan hidup si benda. 

Orang sedang memperbaiki benda yang retak

Asal Usul & Sejarah Singkat

Teknik reparasi keramik menggunakan lac telah diterapkan di Jepang bahkan sejak masa prasejarah ditemukan artefak dari zaman Jōmon yang menggunakan lac untuk memperbaiki benda. 

Namun, bentuk estetis seperti Kintsugi dengan sambungan emas atau logam mulia diyakini mulai berkembang pada periode Muromachi period (sekitar abad ke-15), bersamaan dengan berkembangnya budaya teh (茶の湯 / chanoyu). 

Konon, ketertarikan terhadap metode ini muncul ketika pemilik mangkuk teh berlubang mengirim mangkuk itu ke luar Jepang untuk diperbaiki, lalu dikembalikan dengan penjepit logam hasilnya dianggap terlalu kasar dan merusak estetika. Para pengrajin Jepang kemudian menciptakan metode yang lebih halus dan artistik menggunakan lac dan emas. 

Sejak saat itu, Kintsugi berkembang sebagai tradisi reparasi sekaligus apresiasi terhadap ketidaksempurnaan dan menjadi bagian dari estetika Jepang yang dikenal sebagai Wabi‑sabi (menghargai kefanaan, ketidaksempurnaan, dan kesederhanaan). 

Contoh sebelum mengenal teknik kintsugi 

Proses & Teknik Kintsugi

Teknik Kintsugi melibatkan beberapa tahap yaitu:

1. Pecahan keramik disatukan menggunakan lac (urushi), yang berfungsi sebagai perekat alami. Lac adalah getah alami dari pohon lacquer ketika mengering, menghasilkan perekat yang kuat, tahan air, dan awet. 

2. Setelah lac mengering dan menyatukan potongan, celah atau bagian yang hilang (jika ada) bisa diisi dengan campuran lac dan bahan pengisi, sebelum finishing. 

3. Tahap akhir adalah menyempurnakan sambungan dengan menaburkan bubuk emas (atau kadang perak/platinum) sehingga sambungan retakan menjadi garis keemasan yang menonjol, menjadikannya dekoratif dan artistik. 

Ada varian teknik misalnya jika bagian asli hilang bisa diganti dengan fragmen keramik lain yang bentuknya mirip (metode “patchwork” / “yobitsugi”). 

Alat yang digunakan untuk kintsugi 

Filosofi di Balik Kintsugi

Retakan dan bekas kerusakan dianggap sebagai bagian dari sejarah, perjalanan, dan identitas benda bukan cacat yang harus disembunyikan. Ini sesuai dengan semangat “mottainai” menghargai benda, tidak mudah membuang sesuatu hanya karena rusak dan dengan estetika Wabi-sabi, yang menghargai kefanaan, ketidaksempurnaan, dan kesederhanaan. 

Secara simbolis, Kintsugi menjadi metafora untuk kehidupan bahwa patah atau rusak bukanlah akhir melainkan bisa menjadi awal dari sesuatu yang lebih kuat, lebih bermakna, dan lebih indah. Bahkan di masa modern, filosofi ini mendapat perhatian sebagai cara pandang hidup menerima kekurangan, menghargai proses penyembuhan, dan melihat nilai dalam ketidaksempurnaan. 

Kintsugi di Zaman Sekarang & Mengapa Populer Lagi

Dalam era konsumsi massal dan barang sekali pakai, Kintsugi menghadirkan alternatif daripada membuang barang yang retak, kita bisa memperbaiki dan memuliakan kembali benda tersebut selaras dengan prinsip keberlanjutan. Minat terhadap Kintsugi meningkat tidak hanya di Jepang, tetapi juga di luar negeri. Banyak orang tertarik karena nilai estetika dan filosofi yang lembut tentang ketidaksempurnaan dan pemulihan. 

Selain untuk keramik tradisional Jepang, Kintsugi kadang diterapkan pada keramik modern, benda sehari-hari, atau sebagai ekspresi seni memperluas makna klasiknya menjadi relevan di dunia kontemporer. 

Benda-benda yang diperbaiki dengan teknik kintsugi

Bagi siapa pun yang tertarik pada seni, budaya, atau filosofi hidup, Kintsugi adalah jembatan yang menghubungkan masa lalu dan masa kini memperlihatkan bahwa menghargai warisan, menjaga kelestarian, dan merayakan ketidaksempurnaan bisa menjadi tindakan penuh makna.

Jadi, bagaimana denganmu? Siapkah kamu merangkai kembali “retakan-retakan” dalam hidup dengan emasmu sendiri?
Kintsugi mengajarkan bahwa luka bukan sesuatu yang harus disembunyikan, tetapi dapat menjadi bagian paling berharga dari perjalanan kita.


Sumber: 
https://kintsugi-girl.com/7558/
https://www.otakaraya.jp/contents/gold-platinum/gold/japan-dentougihou-kaisetsu/
https://ja.wikipedia.org/wiki/%E9%87%91%E7%B6%99%E3%81%8E


Penyunting: Afif Adya Putra 


Bupma_Nuzul Putri Fitria
Wabup_Ihwan Nuriman
--------------------------------------------
Divisi Komunikasi dan Informasi
Hima Satori

Follow us on 👇🏼
-YouTube : Hima Satori
-Instagram: Himasatorifkipunri
-Facebook: Hima Satori Fkipur
-Tiktok: Hima Satori
-Blogspot/Website: himasatorifkipur.blogspot.com
-Email: himasatorifkipur@gmail.com

Satori Pedia: Ojigi, Seni Membungkuk dalam Etika Jepang

Konnichiwa Mina-san! Bagaimana kabarnya? Semoga selalu sehat dan dapat menjalankan aktivitas seperti biasa ya

Di balik kesederhanaannya, ojigi merupakan tradisi membungkuk dalam budaya Jepang yang menyimpan makna mendalam tentang kesopanan, kerendahan hati, dan penghormatan. Gestur yang tampak kecil ini telah menjadi bahasa tubuh utama masyarakat Jepang dalam membangun hubungan sosial. 

Akar Sejarah dan Filosofi di Balik Ojigi

Tradisi ojigi telah ada sejak ratusan tahun lalu, dipengaruhi kuat oleh ajaran Buddhisme dan Konfusianisme yang menekankan rasa hormat serta kerendahan hati. Pada masa feodal Jepang, terutama di era samurai, membungkuk menjadi bagian penting dari etiket dan disiplin seorang prajurit. Bentuk dan kedalaman ojigi mencerminkan struktur sosial yang ketat mengenai siapa yang dihormati, siapa yang lebih tinggi kedudukannya, dan bagaimana seseorang menunjukkan kesungguhan.

Seiring perkembangan zaman, praktik ini menyebar ke semua lapisan masyarakat hingga menjadi kebiasaan sehari-hari. Tidak hanya dalam konteks formal, ojigi juga hadir dalam berbagai momen sosial seperti menyapa, mengucapkan terima kasih, meminta maaf, hingga mengakhiri percakapan. Ia menjadi jejak budaya yang melampaui kata-kata, menghubungkan masa lalu dan masa kini masyarakat Jepang.

Budaya Ojigi dari jaman dahulu

Jenis-Jenis Ojigi dan Maknanya

Eshaku, membungkuk ringan sekitar 15 derajat, dilakukan dalam situasi santai seperti berpapasan dengan rekan kerja.

Keirei, sekitar 30 derajat, digunakan dalam suasana formal seperti pertemuan bisnis atau saat menyampaikan terima kasih dengan lebih sopan.

Yang paling dalam adalah saikeirei, membungkuk 45 derajat atau lebih, sebagai bentuk penghormatan mendalam atau permohonan maaf yang sungguh-sungguh.

Setiap gerakan dilakukan dengan penuh kesadaran seperti punggung lurus, pandangan tertunduk, dan sikap tubuh tenang. Detail kecil ini mencerminkan pentingnya ketepatan dan ketulusan dalam budaya Jepang. Bagi mereka, cara membungkuk tidak hanya soal bentuk, tetapi juga mencerminkan karakter seseorang.

Ilustrasi Gerakan 

Ojigi dalam Kehidupan Modern Jepang

Meski Jepang telah berubah menjadi negara maju dengan kota-kota futuristik, tradisi ojigi tetap bertahan dan menjadi bagian dari identitas masyarakat modern. Di sekolah, anak-anak diajarkan cara membungkuk dengan benar sejak dini. Di perusahaan, ojigi menjadi etika dasar dalam pelayanan pelanggan dan dunia kerja profesional. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Jepang tanpa sadar melakukannya saat meminta maaf kecil, saat menyapa tetangga, atau sekadar mengekspresikan rasa terima kasih.

Budaya Ojigi yang diterapkan di sekolah 

Teknologi pun ikut mengadopsi budaya ini. Telepon seluler, robot pelayanan, dan karakter digital Jepang kerap digambarkan sedang membungkuk sebagai simbol kesopanan. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya nilai ojigi tertanam dalam kehidupan modern, menjadikannya ciri khas yang tetap relevan di tengah perkembangan zaman.

Bagi siapa pun yang berkunjung ke Jepang, memahami dan merasakan praktik ojigi adalah pengalaman budaya yang berharga. Dalam setiap tundukan kepala, tersimpan pesan penghargaan yang hangat dan tulus sebuah pengingat bahwa kesopanan dapat menghubungkan manusia tanpa perlu satu kata pun terucap.


Sumber:
https://1200irori.jp/content/learn/detail/case08
https://haa.athuman.com/media/japanese/culture/1477/
https://livejapan.com/ja/in-tokyo/in-pref-tokyo/in-asakusa/article-a0000709/
https://www.nippon.com/ja/guide-to-japan/gu020001/
https://ja.wikipedia.org/wiki/%E3%81%8A%E8%BE%9E%E5%84%80


Penyunting: Afif Adya Putra 


Bupma_Nuzul Putri Fitria
Wabup_Ihwan Nuriman
--------------------------------------------
Divisi Komunikasi dan Informasi
Hima Satori

Follow us on 👇🏼
-YouTube : Hima Satori
-Instagram: Himasatorifkipunri
-Facebook: Hima Satori Fkipur
-Tiktok: Hima Satori
-Blogspot/Website: himasatorifkipur.blogspot.com
-Email: himasatorifkipur@gmail.com

Rabu, 19 November 2025

HIMA SATORI INFO : KASUS TIMOTHY ANUGERAH YANG MENGGEMPARKAN DUNIA PENDIDIKAN!

 [HIMA SATORI INFO]


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Hidup Mahasiswa!

Hidup Rakyat Indonesia!

Hidup Perempuan Indonesia!


[PENDIDIKAN INFO: DARURAT PENDIDIKAN]


#TIMOTHYANUGERAH #DARURATPENDIDIKAN #BULLYING 


KASUS TIMOTHY ANUGERAH YANG MENGGEMPARKAN DUNIA PENDIDIKAN!


Belakangan ini media sosial dihebohkan dengan berita duka atas meninggalnya Timothy Anugerah, seorang mahasiswa Universitas Udayana, yang ditemukan tak bernyawa setelah diduga melompat dari lantai empat gedung FISIP Universitas Udayana pada Selasa, 21 Oktober 2025.


Timothy dikenal sebagai sosok mahasiswa yang ceria dan mudah bergaul. Namun, nahas menimpanya ketika ia ditemukan dengan luka parah dan pendarahan hebat di area kampus. Korban sempat dilarikan ke Rumah Sakit Prof. Ngoerah, Denpasar, tetapi nyawanya tidak dapat diselamatkan.


Saksi menyatakan bahwa sebelum kejadian Timothy sempat menaiki lift menuju lantai empat dan terlihat duduk di area tersebut sambil mengenakan sepatu dan membawa tas. Tak lama kemudian, ia diduga melompat dari lantai tersebut dan mengalami luka serius.


Hasil penyelidikan selanjutnya mengungkap bahwa tindakan nekat tersebut dipicu oleh perundungan yang dilakukan oleh sejumlah mahasiswa dari berbagai organisasi kemahasiswaan di lingkungan Universitas Udayana. Para pelaku diketahui memiliki jabatan dalam struktur kelembagaan mahasiswa di tingkat fakultas, sebuah posisi yang seharusnya menjadi teladan untuk mahasiswa lain.


Setelah aksi bunuh diri yang dilakukan oleh Timothy Anugerah, tersebar bukti screenshot dari X yang berisikan tentang para pelaku yang masih bercanda atas kematian sang korban. Hal ini membuat para netizen geram dan marah terhadap aksi yang dilakukan para pelaku. 


Setelah kejadian tersebut viral, beberapa pelaku memberikan klarifikasi atas apa yang telah mereka lakukan kepada korban dan pihak universitas akan memberikan nilai D kepada para pelaku pada semester ini dan tidak akan di Drop Out (DO). Karena keputusan dari universitas ini, para netizen menjadi geram dan mempertanyakan keputusan tersebut dengan atas apa yang telah terjadi kepada korban. 


Fenomena bullying terhadap Timothy di lingkungan pendidikan ini menjadi isu yang memprihatinkan. Tidak hanya Timothy, banyak korban lain yang merasa takut untuk melapor karena pelaku berasal dari kalangan yang seharusnya menjadi teladan bagi mahasiswa lain. Kondisi ini menunjukkan adanya degradasi moral yang bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan yang menjunjung empati, toleransi, dan saling menghargai. 


Kampus seharusnya menjadi ruang aman untuk belajar dan berinteraksi, bukan tempat yang menimbulkan rasa takut atau bahkan kehilangan nyawa hanya karena perbedaan penampilan. Tindakan bullying tidak hanya menimbulkan luka fisik, tetapi juga berdampak pada kesehatan mental korban hingga berujung pada tindakan ekstrem seperti bunuh diri.


Sudah saatnya kita, mahasiswa dan seluruh sivitas akademika menumbuhkan kesadaran untuk menolak dan berani melaporkan segala bentuk kekerasan, baik verbal maupun nonverbal.


TOLAK PEMBULIAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH DAN KAMPUS!


Dengan memperbanyak tagar #daruratpendidikan #timothyanugerah #tuniversitasudayana. 

Source: 

https://www.metrotvnews.com/play/NG9CQXl7-kasus-tewasnya-timothy-anugrah-polisi-ungkap-cctv-lantai-4-fisip-unud-rusak

https://disway.id/read/905374/11-profil-terduga-pelaku-bullying-timothy-anugerah-saputra-mahasiswa-udayana-ternyata-anak-organisasi/30

https://radartulungagung.jawapos.com/nasional/766722406/tragedi-timothy-anugerah-saputra-mahasiswa-unud-diduga-akhiri-hidupnya-setelah-jadi-korban-bullying

https://aceh.tribunnews.com/news/992640/sosok-6-mahasiswa-pembully-timothy-anugerah-hingga-berujung-akhiri-hidup-ada-wakil-ketua-bem?page=2

https://www.suara.com/entertainment/2025/10/24/073945/8-poin-klarifikasi-ibu-timothy-anugerah-mahasiwa-unud-bantah-gangguan-mental-tidak-di-bully?page=all


#himasatori #isupendidikan #divisipendidikan #info

Penyunting : Diandra Adivahsya

Bupma_Nuzul Putri Fitria

Wabupma_Ihwan Nuriman

________

Hima Satori 

Follow us on 👇🏼

-YouTube : Hima Satori

-Instagram: Himasatorifkipunri

-Facebook: Hima Satori Fkipur

-Tiktok: Hima Satori

-Blogspot/Website: himasatorifkipur.blogspot.com

-Email: himasatorifkipur@gmail.com

Sabtu, 01 November 2025

Satori Pedia: Setsubun, Refleksi Diri dan Awal Baru dalam Budaya Jepang

Konnichiwa Mina-san! Bagaimana kabarnya? Semoga selalu sehat dan dapat menjalankan aktivitas seperti biasa ya

Di Jepang, setiap tanggal 3 Februari menjadi momen istimewa yang disebut Setsubun (節分) tradisi untuk menandai berakhirnya musim dingin dan datangnya musim semi. Secara harfiah, Setsubun berarti “pemisahan musim”. Dalam kepercayaan lama Jepang, pergantian musim dianggap sebagai saat ketika roh jahat (oni) muncul dan membawa kesialan. Karena itu, masyarakat melakukan berbagai ritual untuk mengusir hal buruk dan menyambut keberuntungan baru.


Ayah dan Anak memakai Topeng Oni


Mamemaki, Ritual Melempar Kacang

Tradisi paling terkenal saat Setsubun adalah mamemaki (豆まき) atau melempar kacang kedelai panggang sambil berteriak, “Oni wa soto! Fuku wa uchi!” yang berarti “Roh jahat keluar, keberuntungan masuk!”.

Kacang yang dilempar dipercaya dapat mengusir roh jahat dari rumah. Setelahnya, setiap orang memakan kacang sebanyak usianya (atau usianya +1) sebagai simbol doa untuk kesehatan dan keberuntungan di tahun yang baru.

Di banyak keluarga Jepang, tradisi ini juga menjadi acara yang menyenangkan. Anak-anak memakai topeng oni dan orang tua berpura-pura melempar kacang ke arah mereka, sebuah cara ceria untuk menghidupkan kembali tradisi kuno dengan tawa dan kebersamaan.


Kacang Kedelai Mamemaki


Hiiragi Iwashi & Eho-maki

Selain mamemaki, orang Jepang juga memasang hiiragi iwashi (柊鰯) daun holly berduri dengan kepala ikan sarden panggang di depan rumah. Duri dan bau ikan dipercaya mampu menakuti oni agar tidak masuk ke rumah.


Hiiragi Iwashi


Tradisi lain yang populer adalah menikmati eho-maki (恵方巻き), gulungan sushi panjang yang dimakan tanpa berbicara sambil menghadap arah keberuntungan tahun itu. Isinya biasanya tujuh bahan yang melambangkan Shichifukujin, tujuh dewa keberuntungan.


Ehomaki


Makna di Balik Tradisi

Setsubun juga dapat menjadi momen refleksi diri. Dalam kehidupan modern, “oni” sering diartikan sebagai hal-hal negatif dalam diri kita seperti rasa malas, iri, atau kebiasaan buruk yang perlu dibuang agar kita bisa tumbuh lebih baik. Sementara “fuku” melambangkan harapan, kebahagiaan, dan hal baik yang ingin kita tarik ke dalam hidup.

Dengan semangat itu, Setsubun mengajarkan pentingnya membersihkan diri dari energi negatif dan membuka hati untuk awal baru. Sama seperti datangnya musim semi, ia menjadi simbol perubahan, harapan, dan pembaruan diri.

Jadi, bagaimana denganmu? Siapkah kamu “melempar oni” dalam hidup dan menyambut musim baru dengan hati yang bersih dan semangat baru? 


Sumber:
https://web.hh-online.jp/hankyu-food/blog/sp/lifestyle/detail/001196.html
https://www.jalan.net/news/article/516710/
https://www.jikei.asia/com/jp/schoollife/event_setsu.htm
https://ja.wikipedia.org/wiki/%E7%AF%80%E5%88%86
https://pin.it/3lGSxX1GS


Penyunting: Afif Adya Putra 


Bupma_Nuzul Putri Fitria
Wabup_Ihwan Nuriman
--------------------------------------------
Divisi Komunikasi dan Informasi
Hima Satori

Follow us on 👇🏼
-YouTube : Hima Satori
-Instagram: Himasatorifkipunri
-Facebook: Hima Satori Fkipur
-Tiktok: Hima Satori
-Blogspot/Website: himasatorifkipur.blogspot.com
-Email: himasatorifkipur@gmail.com